Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Intellectual Property Right (IPR) merupakan hak-hak (wewenang/ kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas Kekayaan Intelektual tersebut, yang diatur oleh norma atau hukum yang berlaku. HaKI merupakan hak bersifat tidak berwujud (intangible) yang diberikan kepada perorangan atau kelompok orang untuk berbuat atas segala hasil karya intelektual, seperti teknologi, seni, musik, lukisan, karya tulis, gambar, dan banyak lagi. Termasuk di antaranya memberikan perlindungan terhadap hasil karya tradisional dan mempergunakan hasil karya berupa benda atau barang berwujud.
Hak cipta, paten, merk dagang, rahasia dagang merupakan hak atas kekayaan intelektual, namun belum banyak yang mengetahui bahwa kekayaan intelektual tersebut dilindungi oleh hukum. Sebagaimana juga hukum yang berlaku di Indonesia. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 1 Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta).
(sumber : http://ugos.ugm.ac.id/wiki/panduan:panduan_praktis_ugos:definisi_haki)
Tujuan
Mengapa kita harus mengetahui HaKI, karena sebagian besar masyarakat di Indonesia belum mengerti tentang konsekuensi yang dihadapai apabila melanggar HaKI karena hal tersebut telah di atur dalam Undang Undang Hak Cipta No 19 tahun 2002 yang ada di Indonesia.
Pembahasan
Teknologi informasi dan komunikasi ada di dalam tangan. Hampir sebagian besar aspek kehidupan tidak lepas dari penggunaan teknologi modern dengan menggunakan perangkat lunak, sebut saja Microsoft dimana perusahaan besar tersebut sudah memiliki produk yang telah di patenkan dan menjadi hak milik perusahaannya, salah satunya SOFTWARE.
Di kutip dari :
Yogyakarta (ANTARA News) - Pelanggaran hak cipta software komputer di Indonesia masih tinggi dan bentuknya pun beragam, kata Sekjen Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan, Justisiari P Kesumah, Senin.
Pelanggaran yang terjadi seperti perbanyakan secara ilegal, penggunaan software tanpa lisensi oleh individu dan perushaaan untuk kegiatan komersial, juga pemasangan software tanpa lisensi oleh penjual hardware.
"Berdasarkan International Data Cooperation (IDC) yang disiarkan pada April 2012, Indonesia masih menempati peringkat ke-11 dengan jumlah peredaran software bajakan sebesar 86 persen, dengan nilai kerugian 1,46 miliar dolar AS atau Rp12,8 triliun," katanya dalam acara sosialisasi "Program Mal IT Bersih" di Yogyakarta.
Ia mengatakan tingginya angka pembajakan itu berdampak negatif terhadap negara, antara lain berkurangnya potensi penerimaan negara di sektor pajak, hilangnya peluang kerja, berkurangnya kreativitas membuat software sendiri, serta menurunnya daya saing bagi industri kreatif di Indonesia.
Guna mengantisipasi pelanggaran ini, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bekerja sama dengan Mabes Polri dan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM menggelar "Program Mal IT Bersih" dari pembajakan software.
Program ini diselenggaran Juli hingga November 2012 di beberapa kota besar di Indonesia, antara lain Yogyakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan Makassar.
Sementara itu, Direktur Penyidikan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Muhammad Adri mengatakan pelanggaran hak cipta software berada pada taraf yang meresahkan.
"Pelanggaran hak cipta ini tidak saja menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga menurunkan kreativitas, dan menurunkan kepercayaan dari negara-negara produsen," katanya.
(H008)
Editor: Heppy Ratna
Senin, 9 Juli 2012 14:47 WIB
Sumber : http://www.antaranews.com/berita/320604/pelanggaran-hak-cipta-software-komputer-masih-tinggi
Disana di jelaskan bagaimana di Indonesia masih banyak yang tidak mengerti tentang konsekuensi yang akan di dapatkan.
Jika kita melihat dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta_di_Indonesia.
Hanya bagaimana dengan UU Pengelolaan Hak Digital atau DRM, apaakah sudah direalisasikan atau mungkin draft nya pun belum ada sedangkan di Amerika sana Pengelolaan Hak Digital atau DRM sudah di atur dalam Digital Millennium Copyright Act (DMCA) dimana hukum hak cipta Amerika Serikat yang memberlakukan dua perjanjian World Intellectual Property Organization (WIPO) tahun 1996 dalam Pengelolaan Hak Digital atau DRM.
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Digital_Millennium_Copyright_Act)
Salah satu contoh DMCA :
(sumber : http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Mona_Lisa_headcrop.jpg)
(sumber : http://th00.deviantart.net/fs70/PRE/i/2010/130/7/2/Mona_Lisa_modification_by_theatre_kunoichi.jpg
Kesimpulan
Masyarakat di Indonesia harusnya lebih mendukung Hak Atas Kekayaan Intelektual ini begitu pula dengan pihak pemerintah dimana sudah mengeluarkan Undang Undang Hak Cipta No 19 tahun 2002, hanya tinggal menunggu masyarakat Indonesia agar membuka wawasan tentang HaKI.
Catatan :
1. Tulisan ini dipublikasikan hanya untuk memenuhi tugas "ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI", mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca. Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar